Thin Content – Konten yang Tidak Berharga?

Thin Content – Konten yang Tidak Berharga?

Memastikan kualitas konten di semua pages adalah salah satu pekerjaan seorang praktisi SEO. Konten yang berkualitas dan valuable ini maksudnya adalah yang bisa memberi manfaat ke audiens.

Nah, gimana kalau ternyata ada konten yang punya kualitas rendah dan gak ada valuenya? Konten seperti itu bisa kita sebut sebagai thin content.

Pada artikel ini, kamu akan tahu seluk beluk tentang thin content ini – pengertian, dampaknya ke SEO, contoh, cara cek, dan cara memperbaikinya.

Yuk, langsung saja kita bahas!

Apa Itu Thin Content

Simpelnya, thin content adalah konten pada page website yang ngasi sedikit manfaat atau bahkan gak ada manfaatnya sama sekali ke audiens.

Sedikit atau gak ngasi manfaat sama sekali ini seperti apa maksudnya? – lebih ke gak menjawab search intent ataupun ngasi insight ke audiens.

Banyak yang bilang kalau ciri-ciri konten seperti ini punya jumlah kata yang terlalu sedikit. Tapi, parameter itu sebetulnya gak mutlak.

Konten dengan jumlah kata banyak pun bisa jadi termasuk thin content.

Selain kurang bermanfaat, faktor lain yang menyebabkan sebuah konten dianggap sebagai thin content antara lain:

  • Copy paste dari artikel lain (plagiarisme).
  • Banyak iklan dan spammy links.
  • Terlalu banyak error di dalam penulisan (salah ketik ataupun gak ada pesan yang tersampaikan dengan baik).

Gimana Thin Content Bisa Berdampak Buruk ke SEO?

Setelah penjelasan di poin sebelumnya, kita pun sadar kalau thin content akan berdampak buruk bagi SEO.

Apalagi, Google sangat memperhatikan faktor E-E-A-T untuk melihat artikel yang bisa terindeks dan ranking. Tentu, makin gak ada ruang untuk konten gak berkualitas.

Rendahnya kualitas suatu konten juga berdampak buruk ke pengalaman audiens.

Konten kualitas buruk cenderung cepat ditinggal oleh audiens, sehingga bounce ratesnya pun akan tinggi.

Dampak buruknya lebih lanjut gampang banget ditebak – konten tersebut kena deindex dan gak mungkin ranking, traffic jeblok, dan akhirnya membuat strategi SEOmu berantakan.

Contoh Thin Content

Beberapa contoh konten yang rawan masuk kategori thin content yaitu:

  • Konten yang gak menjawab search intent audiens dan penulisannya banyak error.
  • Doorway pages – halaman yang isinya banyak sekali jenis kata kunci (bisa sampai ratusan keywords). Isinya cuma daftar keywords dan gak ngasi value apapun ke audiens.
  • Konten duplikat (copy paste) ataupun konten buatan AI tanpa ada campur tangan manusia sama sekali.
  • Konten yang penuh dengan tautan yang gak relevan dan spammy.

Kalau kamu perhatikan contoh-contoh di atas, sebetulnya thin content ini gak jauh-jauh dari penerapan black hat SEO.

Black Hat SEO – Jangan Coba-coba dengan Teknik Ini!

3 Cara Cek Thin Content di Website

Ada tiga cara yang bisa kamu lakukan untuk mengecek apakah ada thin content di website atau tidak, yaitu:

1. Audit Konten dan SEO On Page

Audit ini bisa kamu lakukan dengan tools SEO. Sebagian tools tersebut memang berbayar, tapi fiturnya yang free access sudah cukup membantumu untuk audit.

Salah satu contoh tool SEO tersebut adalah Screaming Frog. Tool tersebut khusus untuk memeriksa SEO on page dari segi teknikal.

Kalau untuk audit konten, kamu bisa pakai Google Search Console dan Google Analytics.

Kamu bisa tahu apakah ada pages yang jumlah katanya terlalu sedikit ataupun duplikat.

Selain itu, ada juga beberapa tools seperti Ubersuggest, Semrush, Ahrefs, Moz, dan lainnya.

SEO On Page – Optimalkan SEO dari Dalam!

2. Cek Lewat Google Search Console

Salah satu konsekuensi dari thin content adalah penalti dari Google. Nah, kamu bisa cek hal tersebut di Google Search Console.

Kamu bisa cek bagian “Security & Manual Actions”, kemudian klik “Manual Actions”. Di sana, kamu bisa cek apakah websitemu sedang ada masalah atau tidak.

3. Baca Ulang Kontenmu Secara Manual

Kamu bisa baca ulang kontenmu. Buat dirimu seakan-akan orang awam.

Baca kontenmu sendiri, lalu rasakan apakah penyampaian di artikelmu sudah gampang dipahami dan enak dibaca atau belum.

Tips Memperbaiki Thin Content

Setelah kamu tahu gimana dampak buruk thin content bagi SEO dan cara memeriksanya di website, berikut adalah tips untuk memperbaiki thin content. Gimana caranya?

1. Optimasi Konten

Tips pertama yang bisa kamu lakukan yaitu dengan melakukan optimasi konten.

Optimasi konten ini prosesnya beragam. Langkah pertama yaitu riset kata kunci. Kamu harus tahu apa search intent dari keyword yang ingin kamu target.

Selain itu, kamu bisa lihat gimana hasil dari kata kunci tersebut di SERP – apakah websitemu sanggup bersaing?

Manfaatin juga fitur people also ask (PAA) di SERP agar kamu makin paham apa saja pertanyaan yang relevan dengan keywordmu. PAA juga bisa membantumu saat bikin outline.

Intinya, persiapkan apa saja yang kamu perlukan untuk membuat konten berkualitas.

2. Kombinasi atau Repurpose Konten

Konten yang jumlah katanya terlalu sedikit memang ada kemungkinan dianggap sebagai thin content.

Nah, kalau punya beberapa konten yang isinya terlalu sedikit dan relevan satu sama lain, kamu bisa gabungkan konten tersebut jadi satu konten utuh.

Tapi, kamu gak bisa asal-asalan untuk gabungin konten-konten tersebut. Kamu cek dulu satu-satu hasil SERP keyword dari konten tersebut.

Kalau hasil SERPnya mirip-mirip atau sama, kamu bisa gabungin konten tersebut jadi satu.

Kalau beda? Gak harus. Alasannya, karena kamu masih ada peluang untuk ranking di keyword tersebut. Tinggal gimana caranya kamu bikin konten yang berkualitas saja.

Misalnya, kamu punya tiga artikel – Faktor risiko diabetes, ciri-ciri diabetes, dan komplikasi diabetes. Nah, kamu bisa gabungin artikel itu jadi satu dengan topik penyakit diabetes.

Konten-konten tersebut kamu gabungin, rapihkan alurnya agar enak dipahami, dan tingkatkan kualitas informasinya.

Selain itu, kamu juga bisa repurpose kontenmu agar kualitasnya meningkat.

Apa itu repurpose konten?

Repurpose konten adalah membuat konten dalam bentuk yang berbeda. Misal, kamu sudah bikin artikel blog tentang Sejarah Piala Dunia.

Nah, kamu bisa bikin konten tersebut dalam bentuk lain – infografis ataupun video. Bentuk konten tersebut bisa kamu taruh di artikelmu untuk ngasi pengalaman unik ke audiens.

Selain itu, Google juga prefer dengan konten yang ada infografis ataupun videonya karena ngasi value lebih.

3. Hilangkan Pages

Kalau kamu punya thin content yang gak memungkinkan untuk dikembangin dan cuma bisa “nyampah” di website, sebaiknya kamu hapus saja.

Isi Websitemu dengan Konten Berkualitas!

Thin content adalah istilah yang merujuk ke konten berkualitas rendah – gak menjawab search intent, konten duplikat, banyak link spam, ataupun terlalu banyak error dalam penulisannya.

Konten seperti itu harus kamu hilangkan dari website karena bisa ngasi pengalaman buruk ke audiens. Konsekuensi terburuknya, websitemu bisa kena penalti dari Google.

Kalau kamu nemuin thin content di website, langsung perbaiki konten tersebut.

Pastikan konten yang ada di websitemu hanya konten yang berkualitas – menjawab search intent, bersih dari link spam, konten original, dan benar secara penulisan.

Kamu ada kritik, saran, atau ide pembahasan? Bisa langsung komen di bawah, ya!

See you di artikel lainnya!

Frequently Asked Questions (FAQ)

Ada tiga cara utama:

  • Audit Konten: Periksa apakah kontenmu sudah menjawab intensi user atau belum dengan bandingkan keyword, hasil SERP, dan isi kontenmu sendiri. Kamu juga bisa pakai tools untuk membantumu identifikasi thin content.
  • Cek Lewat Google Search Console: Periksa apakah ada penalti dari Google melalui bagian “Security & Manual Actions”.
  • Baca Ulang Konten Secara Manual: Evaluasi konten secara manual dengan baca dan rasakan apakah konten tersebut mudah dipahami dan ngasi nilai tambah.

Beberapa contoh thin content meliputi:

  • Konten yang tidak menjawab search intent.
  • Doorway pages dengan banyak kata kunci tanpa memberikan nilai tambah.
  • Konten duplikat atau konten yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI tanpa intervensi manusia.
  • Konten penuh dengan tautan yang tidak relevan dan spammy.

  • Optimasi Konten: Lakukan riset kata kunci, perbaiki struktur artikel, dan pastikan konten menjawab search intent.
  • Kombinasi atau Repurpose Konten: Gabungkan konten yang relevan jadi satu artikel yang lebih lengkap atau ubah format konten (misalnya, dari artikel menjadi video atau infografis).
  • Hilangkan Pages: Hapus thin content yang tidak bisa diperbaiki dan hanya mengotori website.

Thin content ngasi dampak negatif pada pengalaman audiens karena gak ngasi nilai atau jawaban yang mereka cari.

 

Referensi

https://www.semrush.com/blog/thin-content/

Yuk, Bagikan ke Lebih Banyak Orang!

Artikel Menarik Lainnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *