Salah satu kesalahan paling umum yang dilakukan dalam dunia bisnis adalah terlalu fokus pada produk atau layanan tanpa memperhatikan kebutuhan konsumen.
Hal tersebut merupakan kesalahan karena bisa menyebabkan hilangnya peluang bisnis berkembang, gagal beradaptasi dengan perubahan pasar, dan akhirnya tersingkir dalam persaingan.
Apalagi di tengah zaman digital – di mana aktivitas marketing sudah berkembang dan masif – sangat disayangkan jika perusahaan cuma fokus ke produk atau layanan.
Nah, fenomena tersebut dikenal sebagai marketing myopia atau miopia pemasaran.
Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu marketing myopia – dari definisi hingga cara mencegahnya.
Belajar Apa Kita Hari Ini?
Apa Itu Marketing Myopia
Marketing myopia adalah fenomena ketika sebuah perusahaan terlalu fokus terhadap produk/jasa yang mereka jual tanpa memperhatikan kebutuhan konsumennya.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960 oleh Theodore Levitt, seorang profesor dari Harvard Business School, lewat artikelnya di Harvard Business Review.
Lewat artikelnya yang legendaris itu, Theodore Levitt menekankan kalau pemasaran yang baik adalah pemasaran yang berorientasi pada kebutuhan konsumen.
Akibatnya, perusahaan tersebut bisa kehilangan kesempatan berkembang dan daya saing karena gagal memenuhi kebutuhan dan ekspetasi konsumen – meskipun produk/jasanya berkualitas.
Berikut adalah ciri-ciri dari sebuah perusahaan yang mengalami marketing myopia, antara lain:
- Product-centric – perusahaan hanya fokus pada produk/jasa yang mereka jual.
- Kurangnya adaptasi – gagal berinovasi karena gak bisa ngikutin kebutuhan pasar yang berubah-ubah.
- Terlalu percaya diri dengan teknologi – biasanya terjadi pada perusahaan teknologi, terlalu percaya diri dengan teknologi yang mereka punya.
- Kurang relevan – perusahaan mengalami penurunan relevansi karena gagal memenuhi ekspetasi konsumen.
Penyebab Marketing Myopia
Berikut adalah beberapa penyebab marketing myopia yang harus kamu waspadai, seperti:
1. Cuma Fokus ke Produk atau Layanan
Cuma fokus ke produk atau layanan adalah salah satu penyebab terjadinya marketing myopia.
Fokus pada pengembangan produk atau layanan itu bagus. Tapi, kamu juga harus fokus dan benar-benar paham terhadap kebutuhan konsumen.
Karena, pada dasarnya, syarat utama konsumen mau beli produk/jasamu karena bisa memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
2. Kurangnya Pemahaman terhadap Konsumen
Terlalu fokus ke produk/layanan secara gak langsung juga menyebabkan perusahaan kurang paham dan fokus untuk memahami kebutuhan konsumen.
Perusahaan yang gak ngeriset pasar dengan memadai atau gak memperhatikan feedback konsumen bisa ketinggalan terhadap preferensi pasar yang terus berubah.
Ini nantinya membuat perusahaan memiliki produk/jasa yang gak sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan konsumen, sehingga kurang relevan di pasaran.
3. Kecenderungan Post Power Syndrome
Perusahaan yang pernah sukses di masa lalu kadang bisa terlalu puas diri dan merasa kalau strategi yang sama akan terus berhasil. Bahasa lain dari fenomena ini adalah post power syndrome.
Nah, mindset takabur ini adalah awal dari sebuah perusahaan masuk ke perangkap marketing myopia.
Post power syndrome terhadap perusahaan adalah jebakan berbahaya. Ketika perusahaan gak mau beradaptasi, siap-siap kehilangan daya saing dan relevansi di mata konsumen.
4. Gak Ada Inovasi
Poin pertama hingga ketiga adalah kombinasi mematikan yang bisa menghambat inovasi produk/jasa.
Bagaimana tidak? Inovasi biasanya lahir dari memahami kebutuhan konsumen di pasaran.
Jadi, perusahaan yang kena marketing myopia akan kesusahan menyesuaikan produk/jasanya terhadap perubahan pasar.
Belajar Marketing Myopia dari Kodak, Yahoo, dan Nokia
Kalau kamu berpikir marketing myopia cuma bisa dialami oleh perusahaan skala kecil hingga UMKM, kamu salah besar!
Marketing myopia bisa terjadi bahkan pada perusahaan besar skala internasional sekalipun.
Seperti contohnya Kodak, Yahoo, dan Nokia – yang awalnya “raja” di industri mereka masing-masing – kini jadi pesakitan karena jadi korban marketing myopia.
Bagaimana kisah mereka? Yuk, simak ceritanya!
1. Kodak
Kodak adalah perusahaan yang memproduksi berbagai produk yang berhubungan dengan fotografi analog. Bisa dibilang, Kodak ini adalah brand legendaris.
Apapun hal yang berbau fotografi, Kodak gak mungkin luput dari perhatian pada zaman keemasannya.
Apakah kamu pernah merasakan zaman di mana produk Kodak merajalela?
Kalau gak pernah, orang tuamu pasti pernah merasakannya.
Tapi, produk ini adalah korban dari marketing myopia. Kodak bisa dibilang gak mau memahami kemauan konsumen, gak mau inovasi, dan gak bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Saat produk seperti Canon dan Sony benar-benar agresif dalam menggeluti kamera digital, Kodak justru gak melakukannya karena terlalu fokus sama kamera analognya.
2. Yahoo!
Nah, buat kamu yang sudah rajin main internet dari tahun 2000an awal hingga tahun 2010an pasti gak asing sama Yahoo!
Sebelum Google sangat “memonopoli” industri search engine seperti sekarang, Yahoo! adalah search engine yang jadi rival Google dan gak kalah popularitasnya.
Kesalahan terbesar Yahoo! adalah karena terlalu fokus dengan layanannya dan gak punya misi atau tujuan yang jelas.
Hal tersebut membuat Yahoo! seperti gak punya “pegangan” dan arah untuk berkembang dan berinovasi ke arah yang lebih baik.
Pada akhirnya, saham Yahoo! dijual ke Verizon pada tahun 2016 dengan banderol 5 miliar Dolar.
3. Nokia
Nah, bisa dibilang Nokia adalah brand yang terkenal banget di industri teknologi ponsel pintar.
Tapi, sayangnya, Nokia yang dulunya adalah brand HP terbesar kini sekarang sudah kalah jauh dari brand HP lainnya – Samsung, Xiaomi, iPhone, dan lain sebagainya.
Kamu sendiri mungkin pernah dengar atau bahkan tahu kalau Nokia adalah brand HP yang cenderung “malas” untuk berinovasi.
Saat brand lain berlomba untuk menciptakan inovasi dengan HP canggihnya (yang tentunya sesuai keinginan konsumen), Nokia justru terjebak ke dalam marketing myopia dengan terlalu mengandalkan produk lama.
Selain itu, menurut sebuah karya ilmiah dari Tim O. Vuori, Nokia punya budaya kerja yang mencekam dan gak ramah pekerja. Tentu ini makin memperparah kondisi Nokia.
Beberapa masalah tersebut yang bikin Nokia akhirnya jadi perusahaan yang kita kenal seperti sekarang ini – bangkrut.
Cara Mencegah Marketing Myopia
Setelah kita tahu tentang marketing myopia, kita sadar kalau brand besar pun bisa hancur karena masalah ini. Lantas, gimana caranya mencegah marketing myopia?
1. Fokus pada Kebutuhan dan Keinginan Konsumen
Hal paling krusial untuk mencegah marketing myopia adalah fokus pada kebutuhan konsumen.
Perusahaan harus terus ngelakuin riset pasar untuk paham apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen mereka.
Riset pasar itu termasuk analisis data dari konsumen (survei ataupun feedback) dan melakukan STP marketing dengan tepat.
Selain itu, pastikan juga hasil riset tersebut dipakai untuk menciptakan produk/layanan yang benar-benar sesuai kebutuhan konsumen. Kalau bisa dipersonalisasi, makin bagus.
Jangan lupa juga untuk perhatiin user experience dan hubungan perusahaan dengan konsumen setelah transaksi agar konsumen loyal terhadap brand.
2. Berpikir Jangka Panjang
Marketing myopia sering terjadi karena perusahaan fokus berlebihan pada tujuan jangka pendek – ningkatin sales atau menekan biaya.
Ya, itu memang penting. Tapi, memikirkan tujuan jangka panjang juga sama pentingnya kalau perusahaan mau survive di pasar yang kompetitif banget.
Pemikiran jangka panjang ini meliputi riset terkait perubahan perilaku konsumen, lakukan inovasi, membuat roadmap bisnis, dan berfokus ke nilai jangka panjang dari konsumen (CLV).
3. Jadilah Adaptif
Perusahaan harus adaptif untuk mengikuti kebutuhan pasar yang berubah-ubah dengan cepat.
Perusahaan yang terlalu kaku, kena post power syndrome, dan gak mau berubah menyesuaikan diri dengan pasar rawan terjebak dalam marketing myopia.
Beberapa hal yang bisa perusahaan lakukan yaitu dengan update dengan tren pasar dan teknologi, kembangkan budaya perusahaan yang fleksibel, dan penerapan agile marketing.
4. Adopsi Pendekatan Holistik dalam Bisnis
Menghindari marketing myopia juga berarti perusahaan harus melihat bisnis mereka secara keseluruhan, gak cuma fokus pada satu elemen.
Intinya, perusahaan harus melihat secara internal dan eksternal agar tahu gimana kondisi iklim industri yang terjadi saat ini.
Hal tersebut mencakup kolaborasi antar departemen, memantau kompetitor, hingga mengevaluasi dinamika perusahaan secara berkala.
5. Pemanfaatan Teknologi secara Efektif
Teknologi punya peranan penting dalam mencegah marketing myopia di era digital ini.
Perusahaan bisa manfaatin teknologi dalam banyak hal – riset pasar, riset kompetitor, melayani konsumen, hingga menyusun strategi pemasaran yang efektif.
Contoh paling bagus, coba kita lihat bisnis FnB saat ini. Meskipun punya toko atau warung secara fisik, tapi sudah banyak juga yang melayani pembelian online.
Gak cuma cara beli, sistem pembayarannya pun juga beradaptasi. Kalau dulu kamu harus pakai cash, sekarang pakai QRIS pun bisa.
New Marketing Myopia
Marketing myopia adalah konsep yang sudah ada lebih dari 60 tahun. Tapi, zaman sekarang, kita perlu waspada dengan new marketing myopia atau miopia pemasaran gaya baru.
Apa maksudnya?
Pada tahun 2010 – Craig Smith dari INSTEAD, Minette Drumwright dari University of Texas, dan Mary Gentile dari ASPEN – mengeluarkan sebuah makalah dengan judul “The New Marketing Myopia”.
Kamu bisa baca lebih lengkapnya di sini.
Intinya, makalah tersebut menjelaskan kalau sekarang sudah ada bentuk baru dari marketing myopia karena marketer sudah memahami konsep marketing myopia dari Levitt secara ekstrem.
Memang, perusahaan sudah fokus dengan konsumen.
Tapi, mereka cuma melihat konsumen sebagai “konsumen” – bukan sebagai makhluk sosial – sebagai orang tua, seorang buruh, seorang yang ingin belajar, dan lain sebagainya.
Marketer seakan-akan lupa kalau konsumen adalah manusia dan bukanlah “ATM berjalan”.
Padahal, social impact yang bisa dikasi perusahaan ke masyarakat juga penting banget dalam membangun citra di mata konsumen.
Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk lihat apa dampak yang bisa mereka kasi ke masyarakat dan lingkungan sekitar – gak cuma soal uang, sales, dan untung.
Sudah Paham Tentang Marketing Myopia?
Marketing myopia adalah jebakan yang bisa merusak bisnis gak peduli skalanya – dari kecil sampai raksasa.
Kita sudah belajar apa saja penyebab marketing myopia – terlalu produk-sentris, kurang memahami konsumen, hingga gak mampu adaptif dengan perubahan pasar.
Berita baiknya, marketing myopia bisa dicegah.
Mengadopsi pendekatan yang lebih customer-centric, fokus pada goal jangka panjang, dan terus ningkatin fleksibilitas dalam strategi bisnis adalah contohnya.
Yuk, pahami konsumen agar bisnis bisa bersaing!
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa penyebab utama Marketing Myopia?
Penyebab utama meliputi fokus yang terlalu produk-sentris, kurangnya pemahaman terhadap konsumen, ketidakmampuan beradaptasi, dan kepuasan diri atas keberhasilan masa lalu.
Apa dampak Marketing Myopia terhadap bisnis?
Marketing Myopia dapat menyebabkan penurunan relevansi, hilangnya pangsa pasar, dan pada akhirnya, kegagalan bisnis.
Gimana cara mencegah Marketing Myopia?
Fokus pada kebutuhan konsumen, adopsi strategi jangka panjang, peningkatan fleksibilitas, dan penerapan pendekatan customer-centric.
Referensi
https://dailysocial.id/post/marketing-myopia
https://startupstudio.id/hindari-marketing-myopia-agar-bisnis-terus-tumbuh/
https://redcomm.co.id/knowledges/waspadai-myopia-marketing-agar-bisnis-anda-tidak-tersingkir
https://ginee.com/id/insights/marketing-myopia-adalah/
https://massolutions.biz/kodaks-marketing-myopia/
https://mvmm.com.au/the-case-of-yahoo/
https://tekno.kompas.com/read/2021/03/30/08060077/studi-ungkap-kenapa-nokia-bangkrut
https://flora.insead.edu/fichiersti_wp/inseadwp2009/2009-08.pdf